live cycle

live cycle

Jumat, 26 Agustus 2011

Riwayat Tokoh dan Jejak-Jejak Karya I

Koentjaraningrat. 2009. Sejarah Teori Antropologi I. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Membaca buku Sejarah Teori Antropologi I menjadi penyegaran kembali bagi saya untuk melihat kembali teori-teori besar yang berkembang dalam Antropologi. Buku karya Koentjaraningrat ini ditulis dengan semangat untuk memberikan pemahaman yang memadai bagi ilmuwan sosial di Indonesia yang umumnya lemah dalam hal penguasaan teori ilmu sosial, khususnya antropologi.

Dua bab di bagian awal buku Sejarah Teori Antropologi I ini memaparkan tentang latarbelakang munculnya antropologi pada awal abad ke 19. Tulisan-tulisan tentang catatan para penjelajah dunia (penganjur agama nasrani, pegawai pemerintah jajahan, peneliti ilmu bumi) sejak abad ke 15 yang berisi tentang adat-istiadat bangsa Afrika, Asia, Oseania, dan penduduk asli Amerika ssangat menarik perhatian banyak kalangan karena berkisah tentang hal-hal yang aneh di mata orang eropa. Tulisan-tulisan tersebut memberikan informasi tentang adanya adanya perbedaan fisik dan tatakehidupan manusia khususnya yang berada di luar Eropa. 

Kenyataan akan adanya keanekaragaman fisik, adat-istiadat dan cara hidup manusia di berbagai belahan dunia menimbulkan pertanyaan besar mengapa perbedaan tersebut terjadi. Pertanyaan tersebut muncul sebagai pertanyaan kritis setelah dominasi gereja terhadap pengetahuan runtuh. Para ahli filsafat sosial mulai mencoba menjelaskan tentang fenomena perbedaan tingkah laku manusia, perkembangan masyarakat dari berbagai belahan dunia dengan menggunakan sumber tulisan-tulisan yang ada. Para filsuf menyusun argumentasi dengan menggunakan cara berfikir ilmu eksak yang sudah berkembang. Para ahli filsafat sosial mencoba menjelaskan munculnya fenomena sosial terutama pada persoalan anekawarna masyarakat menggunakan kaidah-kaidah ilmu alam dengan mencari unsur-unsur persamaan yang dapat dipakai sebagai azas-azas generalisasi dalam analisa induktif yang selanjutnya dapat dirumuskan sebagai kaidah-kaidah sosial (Koentjaraningrat 2009: 14-15) 
Buku karya Koentjaranigrat ini menelaah teori-teori yang berkembang dalam ilmu sosial mulai abad 19. Dalam telaah tersebut Koentjaraningrat menyusunnya berdasarkan urutan kemunculan teori secara diakronik, yaitu dari teori yang sangat awal, kemudian teori-teori yang muncul berikutnya. Dari teori evolusi, difusi, fungsionalisme-struktural, hingga strukturalisme. Seperti pada buku-buku tentang teori lain, Koentjaraningrat mencoba memaparkan suatu teori dengan menyertakan sosok tokoh-tokoh penting yang mempopulerkannya. Riwayat hidup tokoh dengan karya yang dihasilkan dipaparkan secara lengkap sehingga menjadi semacam ringkasan biografi dan karya. Hadirnya sosok seorang tokoh terlihat menjadi penting bahkan sama pentingnya dengan teori yang dihasilkan oleh tokoh tersebut. Hal ini terlihat dengan ditampilkannya ilustrasi sketsa wajah tokoh-tokoh tersebut dalam setiap teori yang dipaparkan. 
Teori-teori besar yang berkembang merupakan teoritisasi untuk menjelaskan munculnya fenomena perbedaan kebudayaan umat manusia. Bagaimana keanekaragaman itu dijelaskan berdasarkan determinasi lingkungan dan perbedaan fisik. Diawali dari pertanyaan-pertanyaan tentang asal-usul manusia, dan keanekaragaman fisik dan cara hidup. Teori-teori dalam ilmu alam yang berkembang pada abad ke 19 diadopsi ke dalam ilmu sosial. Teori yang sangat kuat pengaruhnya pada massa itu adalah teori evolusi. Teori ini menjelaskan tentang munculnya keragaman biologis yang didasari terjadinya perubahan makhluk hidup dengan sangat lambat sebagai bentuk adaptasi dan penyesuaian terhadap lingkungan fisik. Teori ini kemudian diadopsi oleh ilmuwan sosial untuk menjelaskan berbagai perilaku dan fenomena sosial. Berbagai perbedaan masyarakat, agama, adat-istiadat diibaratkan sebagai maskhluk hidup yang sedang mengalami pekebangan secara pelahan-lahan untuk menuju pada kondisi yang paling sempurna. Tokoh-tokoh seperti Tylor, Spencer, Bachofen, Morgan, Frazer, beserta karya-karyanya dipaparkan dalam buku ini. Koentjaraningrat memaparkan pokok-pokok pikiran para tokoh tersebut termasuk berbagai penjelasan yang diberikan oleh sang tokoh terhadap eneka warna perbedaan fenomena sosial yang terjadi pada manusia, mulai dari penjelasan terhadap munculnya agama, keluarga, dan sistem kekerabatan.  
Pemikiran evolusionisme dalam ilmu sosial berkembang tidak hanya pada satu pemikiran yang tunggal, tetapi muncul dua sub aliran evolusionisme yaitu evolusi unilinier dan evolusi multilinier. Evolusi unilinear menganggap bahwa masyarakat itu berkembang mengikuti satu jalur dan tahapan perkembangan yang sama pada setiap masyarakat. Sedangkan evolusi multilinear menganggap bahwa setiap masyarakat mengalami perkembangan tetatapi perkembangan yang terjadi tidak melalui tahapan yang sama antara satu masyarakat satu dengan yang lain.  
Teori yang berkembang selanjutnya adalah teori Difusi kebudayaan. jika perkembangan teori evolusi kebudayaan dikembangkan untuk menjawab pertanyaan tentang adanya perbedaan maka teori difusi dikembangkan dari pertanyaan mengapa suatu masyarakat memiliki kesamaan kebudayaan dengan masyarakat lain. Penganut aliran difusi kebudayaan menjelaskan persamaan kebudayaan terjadi akibat adanya kontak antara masyarakat satu dengan yang lain sehingga terjadi persebaran kebudayaan. Pada masa ini para ilmuwan mencoba menelusuri asal-usul yang menjadi induk suatu kebudayaan dengan mengikuti gerak migrasi dan persebaran masyarakat. dengan melihat pengaruh dan persebaran kebudayaan yang terjadi. Data tersebut dikelompok-kelompokkan menjadi wilayah-wilayah kebudayaan berdasarkan unsur-unsur kebudayaan yang sama. Tugas utama yang harus dilakukan seoran peneliti adalah mencari kembali sejarah gerak perpindahan bangsa-bangsa, proses pengaryh-mempengaruhi, serta persebaran kebudayaan manusia dalam jangka waktu berates-ratus ribu tahun yang lalu, mulai saat terjadinya manusia hingga sekarang. (Koentjaraningrat 1009;111)Tokoh-tokoh penting yang mengembangkan teori difusi antara lain Ratzel, Grabner, Schmidt, Rivers, Perry. 
Dalam teori difusi muncul metode dan cara analisa data yang digunakan untuk melihat bagaimana hubungan saling pengaruh mempengaruhi antara kebudayaan masyarakat satu dengan kebudayaan masyarakat lainnya. Metode yang dikembangkan adalah penggunaan klasifikasi kesamaan unsur-unsur kebudayaan yang disebut dengan Qualitats Kriterium dan Quantitaats Kriterium. Qualitats Kriterium adalah klasifikasi unsur-unsur kebudayan suatu masyarakat berdasarkan kesamaan unsur-unsurnya berdasarkan pembandingan beberapa ciri-ciri, atau kualitas dari unsur kebudayaan. Quantitats Kriterium adalah klasifikasi dengan memperhatikan jumlah unsur yang sama antara satu kebudayaan dengan yang lain. hasil klasifikasi tersebut kemudian dijadikan sebagai dasar untuk menggolongkan kebudayaan masyarakat satu dengan yang lain sebagai satu lingkaran kebudayaan yang sama dan disebut dengan Kulturkreise. Konsep dan metode tersebut dikembangkan oleh Graebner dengan melakukan eksperimen terhadap benda-benda koleksi museum tempatnya bekerja. 
Kontribusi penting pada era perkembangan teori difusi adalah pengembangan metode yang dilakukan oleh Rivers. Dia melakukan ekspedisi untuk meneliti hubungan antara kebudayaan-kebudayaan suku-sukubangsa yang mendiami selat Torres, yaitu masyarakat yang tinggal diantara Papua Selatan dan Australia Utara. Dalam penelitian tersebut Rivers mengembangkan metode wawancara untuk meneliti genealogi suatu masyarakat. metode tersebut kemudin menjadi salah satu metode penting pada perkembangan antropologi selanjutnya. Selain itu Rivers juga menjadi pelopor untuk melakukan penelitian lapangan yang hingga kini menjadi bagian pokok dari kerja antropolog. 
Perkembangan teori yang dipaparkan oleh Koentjaraningrat selanjutnya adalah fungsionalisme. Pada bagian ini Koentjaraningrat mengulas karya dua nama besar pencetus teori fungsionalisme, Malinowski dan Radcliffe Brown. Teori fungsionalisme yang dikembangkan oleh Malinowski berawal dari ketidaksengajaan. Hasil penelitiannya disajikan dalam tulisan yang tidak lazim pada kala itu. Malinowski menggambarkan hubungan terkait antara sistem Kula pada masyarakat di kepulauan Trobriand. Etnografi yang ditulis Malinowski mendiskripsikan tentang berbagai kaitan dan fungsi unsur-unsur kebudayaan sebagai suatu sistem sistem sosial. Kontribusi penting Malinowski terhadap perkembangan antropologi adalah semakin kuatnya tradisi field work dalam kerja antropologi. Malinowski juga menekananan terhadap pentingnya menguasai bahasa lokal bagi peneliti agar mendapatkan pengertian mendalam terhadap gejala sosial yang ditelitinya. Malinowski menekankan pentingnya pencatatan dari apa yang dilaksanakan oleh warga masyarakat yang sebenarnya, dalam rangka suatu adat atau pranata, dan agar tidak puas begitusaja dengan apa yang diterangkan oleh seorang informan mengenai adat atau pranata yang bersangkutan (Koentjaraningrat 2009:166). Peneliti harus berusaha untuk mengumpulkan dan mencatat sebanyak mungkin kasus konkret mengenai berbagai unsur kehidupan ekonomi, sosial, keagamaan, dan kesenian.  
Malinowski memiliki ketertarikan terhadap ilmu psikologi terutama mengenai teori belajar (learning theory). Kemudian dia mengembangkan teori fungsionalisme semakin kompleks dan sampai pada inti teori bahwa segala aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. (Koentjaraningrat 2009;171). Upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) merupakan sebab munculnya kebudayaan.  
Tokoh dan karya lain yang diulas cukup panjang oleh Koentjaraningrat adalah Radcliffe Brown. Brown mengajukan konsep struktur sosial dalam ilmu sosial, khususnya antropologi. Konsep Brown tentang struktur sosial didasari pada konsep struktur dalam ilmu alam sebagai upaya untuk menjadikan ilmu sosial sampai pada tataran ilmiah sebagaimana ilmu alam. Brown mengajukan 11 prinsip dasar mengenai konsep struktur sosial dan mengajukan disiplin antropologi sosial sebagai disiplin ilmu yang berbeda dengan antropologi yang melakukan analisis historis atau difusionisme. Teori fungsionalisme berkembang kuat di Eropa (khususnya Inggris dan Belanda) dan di Amerika. Konsep Fungsi, dan struktur sosial terus dikembangkan oleh para antropolog pasca Malinowski dan Brown. Beberapa tokoh tersebut adalah Evan Pritchard yang memberikan nuansa sejarah dalam kajian fungsionalisme, karena sistem moral dalam masyrakat tidak dapat sepenuhnya sebagai suatu gejala alam. Fortes lebih memperluas konsep struktur sosial yang diajukan oleh Brown. Selain itu Fortes tidak hanya melihat hubungan timbal balik dalam masyarakat tetapi juga memperhatikan juga ketegangan dan konflik yang muncul dalam hubungan kekerabatan. Tokoh lain yang cukup penting adalah Raymond Firth yang memperluas konsep struktur sosial dan fungsi sosial. Kedua konsep tersebut ditempatkannya dalam konsep organisasi sosial.

Perkembangan teori yang terkhir dipaparkan oleh Koentjaraningrat adalah teori strukturalisme. Pada bagian ini pemaparan lebih pada karya-karya besar Levi-Strauss sehingga lebih mirip sebagai ringkasan buku. Koentjaraningrat tidak memberikan pemaparan yang cukup untuk dapat menemukan dasar-dasar pemikiran Levi-Strauss, tetapi setidaknya Koentjaranigrat memperkenalkan teori tersebut melalui bagaimana Levi-Strauss melakukan kajian terhadap kuliner, mitos, dan kekerabatan dengan melakukan kategori-kategori. Hal inilah yang menjadi dasar dari teori Strukturalisme.
Selain memaparkan tentang perkembangan teori dalam antropologi, Koentjaraningrat juga mencoba memetakan pengaruh masing-masing teori di beberapa belahan dunia terutama di Eropa, Amerika, Rusia, dan Cina (asia). Pengaruh tersebut dipetakan dengan melihat tokoh dan karya yang muncul di beberapa Negara seperti pengaruh difusi di Amerika memunculkan nama Wissler, Boas, Lowie. Selain itu juga memaparkan tentang karakter ilmu antropologi dan teori yang berkembang di Negara-negara komunis.

Sebagai sebuah buku yang ditujukan untuk memberikan pemahaman terhadap perkembangan teori antropologi tulisan Koentjaraningrat kurang berhasil. Karena sebaguan besar isinya seperti ringkasan buku dan riwayat tokoh. Pemaparan mengenai suatu teori tidak disusun secara runtut mengenai bagaimana teori tersebut muncul, apa asumsi dasarnya, apa kekuatan dan kelemahannya. Pembaca memerlukan buku lain yang untuk mengetahui suatu teori namun dengan membaca buku ini akan memberikan referensi atau ilustrasi tentang bagaimana suatu teori itu diterapkan.


1 komentar:

  1. Yuk Coba Pengalaman Taruhan Live Casino Online Terbaik Dan Terlengkap !
    .
    • SBOBET CASINO
    • MAXBET CASINO
    • 368BET CASINO
    • GD88
    • CBO55
    • WM CASINO
    • SV388 Sexy Baccarat
    • venus Casino

    Bonus Rollingan Terbesar s/d IDR 500.000.000,- Bonus 10% New Member Hanya Di Bolavita.

    Bonus Casino Live Komisi Rollingan 0.5% + 0.7% Setiap Minggu Hingga Ratusan Juta.

    Bonus Ini Diberikan Pada Pemain Casino Baik Menang ataupun Kalah.

    Daftar Sekarang Juga Di Website www. bolavita. site

    Info Lengkap Hubungi Customer Service Kami ( 24 JAM ONLINE ) :

    BBM: BOLAVITA
    WeChat: BOLAVITA
    WA: +62812-2222-995
    Line : cs_bolavita

    BalasHapus