live cycle

live cycle

Selasa, 28 September 2010

Telaah Singkat Strukturalisme Fungsional Terhadap Upacara Adat Nyale dan Pasola di Kalangan Penganut Marapu, Sumba Barat

Pendahuluan
Malinowski memulai perbincangan mengenai kebudayaan dalam bukunya A scientific Theory of culture and Other Essays, dengan memberikan pandangannya tentang bagaimana seharusnya ilmu sosial khususnya ilmu Antropologi sebagai ilmu yang memiliki dasar pijakan ilmiah. Pada masa itu kajian dalam ilmu sosial masih kuat dipengaruhi oleh pandangan evolusi, yang ditandai dengan kajian-kajian prasejarah khususnya arkeologi yang memiliki tujuan untuk membuat rekonstruksi kebudayaan masa lalu dari bukti-bukti yang sifatnya parsial sebagai sisa-sisa atau jejak dari masa lalu. Malinowski berpendappat bahwa bentuk kajian seperti itu merupakan bentuk kajian yang parsial dan spekulatif karena sifatnya hanya berupa interpretasi dari benda-benda mati dengan sumber informasi dari museum.

Dinamika Petani Jawa

Menyebut istilah petani, dalam konteks di Indonesia memiliki konotasi sebagai suatu kategori di dalam masyarakat yang hidup dalam lapis sosial rendah. Tidak jarang petani dilihat secara romantis sebagai orang yang hidup di pedesaan, aman, tentram, bersahaja dengan segala kesederhanaan hidup. Tinggal di daerah pedesaan dengan hamparan sawah yang subur. Hidup dari hasil kerja sendiri dengan makan dari apa yang dipetik di lahan yang dimiliki. Pendangan ini muncul dari pandangan yang bias kelas dan bias kota, dari sudut pandang kelas menengah yang (mayoritas) hidup di kota dan hidup dalam sistem kapitalisme pasar. Mereka terserap dalam sistem produksi yang mengandalkan mesin (industri) dan tersegmentasi dalam hubungan pekerja (buruh) dan Pemilik Modal (majikan).

Pokok-Pokok Pemikiran Emile Durkheim

Adalah Emile Durkheim, seorang pemikir asal Perancis yang dianggap sebagai tokoh peletak dasar pemikiran sosiologi sehingga menjadi sebuah disiplin ilmu pengetahuan yang mapan. Kendatipun bukan dirinya yang meletakkan dasar pemikiran tentang sosiologi namun buah pikirannya telah menunjukkan dengan jelas antara disiplin yang lain terutama bidang sejarah dan psikologi. Baginya memikirkan tentang hakekat kanyataan adalah upaya yang tidak adaa gunanya, kemudian Durkheim mencoba meletakkan landasan dalam ilmu sosiologi dengan menunjukkan bahwa gejala sosial itu merupakan fakta yang riil dan dapat dipelajari dengan metode yang empiris. Pemikiran Durkheim sangat dipengaruhi oleh dasar pemikiran filsafat dari Agust Comte tentang tahap evolutif dari perkembangan pemikiran manusia yaitu dari tahap teologis atau fiktif, metafisis atau abstrak dan ilmiah atau positivis . Dalam tahap teologis, fenomena dijelaskan dengan menggunakan penjelasan yang bersifat teologis dan menyandarkan pada dogma/keyakinan religius. Gejala yang terjadi adalah kehendak dewa/kekuatan-kekuatan supranatural diatas kekuasaan/kemampuan manusia. Tahap pemikiran metafisis akan menjelaskan fenomena dengan penjelasan bahwa suatu gejala muncul sebagai manifestasi dari hukum alam, sedangkan pada tahap positivis suatu fenomena akan dijelaskan sebagai hubungan yang bersifat organis antar unsur-unsurnya. Pemikiran teoritik Durkheim sangat dipengaruhi oleh tahap katiga dari Comte. Tentunya hal ini seiring dengan masa hidup Durkheim pada abad abad ke-18 menuju ke abad ke-19 saat perkembangan ilmu sosial mengarah pada positivisme yaitu upaya ilmu pengetahuan untuk menemukan konsep-konsep dan pemikiran yang berorientasi ke depan, artinya ilmu pengetahuan harus memberikan kontribusi positif bagi kehidupan manusia. Manusia harus mempelajari gejala-gejala dan hubungan antar gejala supaya dapat meramalkan apa yang terjadi.

Kamera Untuk Rakyat: Upaya menuju Proses Belajar yang Partisipatoris

Di Indonesia, istilah partisipatoris menjadi kata yang popular digunakan kira-kira 10 tahun belakangan ini sebagai metode dalam merencanakan dan melakukan program-program oleh berbagai kalangan baik pemerintah dalam upaya melakukan pembangunan, maupun kalangan lembaga non pemerintah sebagai upaya pemberdayaan. Sebelum methode ini berkembang, perencanaan dan pelaksanaan program pada kelompok sasaran tertentu melalui pendekatan dari luar dengan menempatkan posisi sebagai orang yang merasa lebih mampu dan pandai daripada kelompok yang menjadi target programnya. Akibatnya program yang dilakukan seringkali merupakan program yang sebetulnya tidak dibutuhkan oleh masyarakat. Methode partisipatoris merupakan pembalikan dari pandangan yang demikian. Dalam methode partisipatoris menempatkan masyarakat/kelompok sasaran program sebagai kelompok yang memiliki pengetahuan sehingga yang perlu dilakukan adalah mendorong mereka untuk memformulasikan pengetahuannya sehingga menemukan kesadan kritis untuk melakukan perubahan terhadap persoalan yang dialami. Memberikan ruang seleluasa mungkin untuk mengungkapkan pengalaman, menyampaikan gagasan sehingga dapat menemukan dan merumuskan persoalan dan tindakan penyelesaian bersama. Kolektivitas/kebersamaan menjadi penting namun eksistensi individu tetap diakui. Kolektivitas dibangun melalui proses dialog dan saling belajar untuk menerima perbedaan dan mendengar dari orang lain.